Rab. Des 4th, 2024
Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Biak-Papua Dr. Muslim Lobubun, S.H., M.H.

Biak – Akademisi Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Biak-Papua Dr. Muslim Lobubun, S.H., M.H. mengusulkan beberapa hal yang perlu dilakukan pemerintah pusat sebagai solusi dalam negatasi masalah di Tanah Papua terutama terkait ketidakadilan bagi masyarakat asli Papua.

Menurut Muslim Lobubun di Biak, Minggu, pertama, terkait hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dan pemda dalam pengelolaan sumber daya alam terutama tambang dan hutan yang belum menciptakan keseimbangan (equilibrium).

“Pemerintah provinsi tidak lagi sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat di daerah dan tidak lagi bersifat subordinal akan tetap kewenangan itu dikembalikan kepada pemerintah kabupaten/kota,” ujarnya.

Hal itu didasar karena kewenangan pemberian izin pengelolaan sumber daya alam tambang dan hutan yang dimiliki bertujuan untuk meningkatan kesejahteraan warga asli Papua khususnya komunitas masyarakat adat pemiliki hak ulayat di areal pertambangan.

Kedua, kebijakan yang perlu dilakukan pemerintah pusat untuk mencegah konflik di Papua adalah pengaturan sistem pengelolaan sumber daya alam tambang dan hutan.

Meskipun dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua telah diberikan, menurut Muslim, akan tetapi secara konstitusional diatur dalam pasal 33 UUD 1945 maupun UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Minerba, UU Nomor 23 Tahun 2014 tentan Kehutananan serta UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.

Selain itu, hak masyarakat adat telah diakui berdasarkan putusan Mahkamah Konsitusi RI Nomor 35/PUU-X/2012 untuk kesejahteraan masyarakat Papua khususnya bagi masyarakat pemilik hal ulayat di areal pertambangan dan kehutanan.

Muslim menilai, sebenarnya adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang sumber daya alam pertambangan dan kehutanan telah mengakomodir prinsip keadilan sosial termasuk masyarakat adat setempat.

Namun faktanya di lapangan masyarakat pemilik hak ulayat tidak mendapatkan hasil pengelolaannya.

“yang lebih miris lagi ada kerusakan lingkungan dampak eksploitasi lingkungan tambang dan hutan sebagai mata rantai kehidupan asli orang asli papua,” ujar alumni doctor ilmu hukum Unhas Makassar pada 2018 itu.

Ketiga, kebijakan yang perlu segera dilakukan pemerintah pusat, yakni merevisi undang-undang mengenai kewenangan pemerintah provisi, pemerintah kabupaten/kota serta UU Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua terkait pemberian izin pengelolaan sumber daya alam tambang dan hutan.

Ketika undang-undanng satu dengan lainnya berjalan baik, menurut Muslim, maka implementasinya akan terwujud keharmonisan karena pemerintah daerah tidak lagi menitikberatkan pada pemerintah pusat.

“Hal ini didasari karena pemerintah kabupaten/Kota di Provinsi Papua sangat memahami karakteristik potensi alam lokalnya untuk kesejahteraan masyarakat Papua khususnya pemiliki hak ulayat di sekitar areal pertambangan dan hutannya,” ujar Muslim yang juga advokat Senior Peradi Papua.

Sumber: https://papua.antaranews.com/berita/503970/akademisi-biak-numfor-usulkan-solusi-atas-permasalahan-papua